Surat Kepada Pemilik Hati

    Hai, selamat pagi. Aku ingin menyapamu dengan sederhana. Kucurahkan rindu melalui pesan singkat. Bukankah itu akan membuatmu tenang di sana, mengabarkan kalau aku baik-baik saja di sini. Aku selalu berharap kau membalasnya, meski pada kenyataannyakau tetap tak membalas pesan singkatku. Aku tetap menunggu.  

   Asal kau tahu, ketika aku menunggu balasanmu, apa yang kulakukan adalah selalu membaca ulang pesan yang kau kirimkan, pesan itu masih tersimpan rapi.

   Kenapa kamu berubah, bahkan tak membalas pesanku.

   Hai, selamat siang. Sejak pagi aku masih menunggu, sambil menghitung waktu dan menabung rindu menunggu kabarmu. Entahlah, kau pergi ke mana. Mungkin, kau masih tenggelam dengan kesibukanmu. Aku harap kau baik-baik saja di sana. Aku selalu berharap bisa tetap tegar, yakin, serta berfikir positif tentang ini.

   Belum ada kabar, aku menantimu penuh debar. Resah menantimu penuh sabar. Tak ada yang lebih tabah, selain menunggu angin mengirimkan rinduku.

   Hai, selamat malam. Aku masih menunggu dan tetap kau abaikan. Aku ingin kau menelponku sehingga bisa kudengar suaramu, tapi kau seakan tak peduli. Sebenarnya, aku ingin bercerita banyak hal malam ini. Mungkin kau lupa, rutinitas dulu yang pernah kita sepakati bersama. Bercerita banyak hal tentang apa yang telah kita lakukan hari ini dan apa yang akan kita lakukan esok hari.

   Rasanya itu tidak akan terjadi lagi. Kau tenggelam oleh kesibukanmu dan melupakanku. Aku tak pernah bosan menunggumu hingga larut, sekedar mendengar suaramu dan perasaanku tak pernah surut. Aku merindukan pelukan yang hangat. Aku mencintaimu dengan sangat. Rindu ini yang berkehendak, memaksaku tetap bertahan meski tanpa kepastian.

   Aku ingin mengembalikan ingatanmu tentang apa yang pernah kita lewati bersama. Hari demi hari yang kita lewati bersama. Tentang cinta yang sempat meragu dan kau datang meyakinkanku. Aku sadar, kau begitu berarti bahkan hingga saat ini. Diam-diam aku masih berharap, atau setidaknya memberiku kabar sekali. 

   Masih ingatkah kau perbincangan malam tentang cerita hujan. Kita meneduh di tepian berlindung dari hujan. Kau melingkar tangan dan merapatkan rangkulanmu setengah memelukku. Aku merindukanmu, merindukan kehangatan cintamu.

   Apakah kita lelah dan ingin menyerah. Sedangkan, aku di sini menanti dengan tulus. Aku ingin hubungan kita seperti sediakala, mengembalikan senyum yang hilang dan canda tawa.

   Kini, aku yang menyapamu. Aku akan menantikanmu sejak pagi. Kemudian, menghitung waktu sampai siang hari. Tetap bertahan merindukanmu sampai petang. Aku melakukan apa yang dulu kau lakukan, menanyakanmu, mencemaskanmu, mengkhawatirkanmu, dan memendam cemburu. Lalu, kau kemana? Sudah seharian lenyap tanpa jejak tak terlihat.

   Sadarkah kau kalau setiap hubungan, ada aku dan kamu, menjadi kita. Bukan hanya aku di sini yang mempertahankanmu. Bukan hanya aku yang mengingatkanmu tentang menjaga hati. Bukan hanya aku yang setia dan percaya tentang cinta.

   Mungkin, kau tengah dilanda jenuh dan perasaanmu kini merapuh. Pernahkah kau berfikir semalaman aku tak sanggup memejamkan mata hanya menunggu kabarmu. Aku masih tetap setia sampai bintang menutup mata dan tertidur lelap di angkasa.

   Pernahkah kau sadari kalau aku tertatih mempertahankanmu, tapi tak pernah menyerah untuk pergi.

   Selalu menantimu...

-23 Agustus 2014-

Komentar